Rabu, 01 April 2009

kondom

Mas, Pake Kondom ya...Saya Pakein Mau...?
Selasa, 31 Maret 2009 | 19:06 WIB

KOMPAS.com — Tak mudah memang mewajibkan para pekerja seks komersial menggunakan kondom. Pelanggan atau lelaki hidung belang merasa tidak nikmat bila menggunakannya.

Rediscoveri Nitta, Manajer Program Penanggulangan AIDS pada kelompok Berisiko Tinggi Yayasan Kusuma Buana sudah membekali para PSK ilmu rayuan, "Mas, make kondom itu enak, tidak terasa kok. Pokoknya saya pakein. Saya pakekin pake mulut ya...!"

Sayang, upaya ini masih bisa dibilang gagal. Para pelanggan lelaki kerap enggan memakai kondom bila diminta. Para hidung belang berkilah bahwa, memakai kondom, kenikmatannya kurang. "Enak saja, orang sudah bayar kok tidak bersentuhan langsung," tutur Nitta meniru kata-kata para hidung belang.

Akibatnya, sudah bisa ditebak, para PSK-lah yang menjadi korban. Saat ini, di Jakarta Barat ada sekitar 350.000 pelanggan dengan 13.600 PSK. "Kira-kira 10 persen dari PSK tersebut terkena infeksi menular seksual (IMS)," kata Nitta.

Karena itu, menurut Nitta, pengawasan terhadap penggunaan kondom mesti dilakukan secara ketat dan serius. Dari sisi regulasi, kata Nitta, sudah ada yang mengatur seperti dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata yang mengatakan bahwa di tempat hiburan wajib disediakan alat pencegahan, walau tidak eksplisit menyebut kondom.

Namun sayang, kontrol di lapangan sangat lemah. Ada tempat hiburan yang membiarkan pelanggannya tidak memakai kondom, tetapi tidak diambil tindakan. Demikian diungkapkan Nitta. Kontrol yang lemah dari pusat mengimbas pada tingkat bawah, yaitu tempat-tempat hiburan.

Sebenarnya, di antara para pengelola hiburan sudah ada kesepakatan untuk mewajibkan para pelanggan memakai kondom. Jika tidak, maka mereka tidak diterima di tempat tersebut. "Tapi, dalam perjalanan ini juga tidak jalan," sesal Nitta.

Alasannya adalah soal ekonomi. Dimulai dengan beberapa tempat hiburan yang menerima tamu tanpa kondom karena tuntutan ekonomi, lalu diikuti tempat hiburan lain karena takut ditinggalkan pelanggannya. "Memang sulit, tetapi ini mesti terus kita perjuangkan," tekad Nitta.

"Sekarang ini kuncinya ada pada laki-laki dan tempat hiburan," tegas Nitta. Ia mengakui, laki-laki sangat sulit untuk dijangkau. Kalau untuk PSK-nya sudah mereka beri masukan serta edukasi dan mereka bisa mengerti. Sekalipun demikian, usaha-usaha edukasi untuk para laki-laki terus dilakuan.

"Kami adakan Pojok Informasi di tempat-tempat berisiko tinggi, seperti terminal, stasiun, pangkalan-pangkalan truk, daerah perdagangan seperti Glodok. Kalau di perusahaan, kami memilih tempat yang karyawannya didominasi laki-laki dengan mobilitas tinggi serta banyak uang, seperti perusahaan gas dan minyak, manufaktur, dan pelabuhan," kata Nitta. Harapannya, penyebaran HIV/AIDS dapat ditekan dengan kesadaran menggunakan kondom.

SURENO PANCA SAPUTRA.SH SELALU MENEMANI MU

MENGENAI PERJANJIAN PRANIKAH

Mengenai Perjanjian Pra Nikah
Perjanjian pra nikah: Perlukah melindungi harta kita dari calon pasangan?

Jika Anda sering mendengarkan berita gosip, sering terdengar suatu tren di kalangan selebritis Hollywood tentang dilakukannya perjanjian pra nikah, atau disebut juga pre nuptial agreement. Hal ini dibuat untuk melindungi harta milik masing-masing mempelai. Perlukah perjanjian ini dibuat? Bukankah ini justru menodai kepercayaan dalam pernikahan? Berikut adalah penjabaran dari T. Estu Indrajaya (Estu & Company, Advocates & Solicitors, Patent & Trademark Attorneys) mengenai perjanjian pra nikah.

Perjanjian pra nikah adalah perjanjian antara kedua belah pihak yang akan melangsungkan pernikahan di hadapan notaris. Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan mengatur mengenai perjanjian pra nikah. Pasal 29 menyebutkan:
1. Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan, kedua pihak atas persetujuan bersama dapat mengadakan perjanjian tertulis yang disahkan oleh Pegawai pencatat perkawinan, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut.
2. Perjanjian tersebut tidak dapat disahkan bilamana melanggar batas-batas hukum, agama, dan kesusilaan.
3. Perjanjian tersebut mulai berlaku sejak perkawinan dilangsungkan.
4. Selama perkawinan berlangsung perjanjian tersebut tidak dapat dirubah, kecuali bila dari kedua belah pihak ada persetujuan untuk merubah dan perubahan tidak merugikan pihak ketiga.

Di Undang-Undang Perkawinan, disebutkan bahwa dalam perjanjian pra nikah dalam pasal ini tak termasuk taklik-talak. Secara awam dan garis besar, perjanjian pra nikah dapat digolongkan menjadi 2 macam, yakni Perjanjian Pemisahan Harta Murni dan Perjanjian Harta Bawaan.

Untuk Perjanjian Harta Murni, dalam artian benar-benar memisahkan seluruh jenis harta kedua belah pihak selama perkawinan berlangsung, termasuk penghasilan yang didapat, utang dan segala macam harta, baik yang didapat sebelum pernikahan maupun yang didapat setelah pernikahan. Kemudian mengenai pengeluaran-pengeluaran rutin keluarga (uang belanja keluarga, pendidikan anak, asuransi, dan lain-lain) selama dalam tali pernikahan biasanya ditanggung secara keseluruhan oleh suami. Namun tidak mutlak, tergantung kesepakatan kedua pihak.

Kemudian, Perjanjian Harta Bawaan dalam perjanjian ini yang menjadi objek perjanjian hanyalah harta benda bawaan milik para pihak sebelum terikat tali perkawinan. Sedangkan harta yang nantinya didapat setelah terjadinya pernikahan menjadi harga bersama (harta gono-gini) dan pengeluaran rutin keluarga dibicarakan bersama.

Namun, seiring berkembangnya zaman dan emansipasi kaum wanita dewasa ini, maka tidak menutup kemungkinan perjanjian pra nikah tersebut tidak memuat mengenai harta benda, melainkan mengenai hal-hal lain yang dirasa lebih perlu contohnya proteksi diri oleh pihak istri terhadap kemungkinan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga.

Perjanjian pra nikah memang masih belum ’populer’ di kalangan masyarakat Indonesia, malah dianggap tabu dan negatif. Karena hal ini masih dianggap ’pamali’ karena memikirkan perceraian terlebih dulu sebelum menikah.

Namun demikian, perjanjian pra nikah mempunyai cukup manfaat, antara lain:
1. Dapat menimbulkan sikap saling terbuka antar pasangan dalam hal keuangan. Masing-masing pihak dapat mengekspresikan kemauannya dalam perjanjian ini.

2. Menghindari sifat boros salah satu pasangan. Dalam hal salah satu pasangan mempunyai indikasi boros, maka dengan adanya perjanjian ini dapat menyelamatkan rumah tangga perkawinan mereka nantinya. Dengan adanya perjanjian ini, maka pihak yang boros harus menaati semua aturan-aturan yang sudah disepakati dalam perjanjian pra-nikah.

3. Menghindari dari maksud buruk salah satu pasangan. Seringkali pernikahan menjadi suatu sarana untuk memperoleh keuntungan atau kekayaan dari pihak lain. Menikah kemudian mengajukan gugatan cerai untuk mendapatkan harta gono gini. Dengan adanya perjanjian pra nikah ini maka akan melindungi harta benda dari rebutan pihak lain.

4. Melindungi salah satu pihak dari tindakan hukum. Apabila salah satu pihak mengajukan kredit (misalnya kredit rumah) biasanya akan dilakukan penandatanganan perjanjian kredit oleh suami-istri sehingga utang kredit tersebut ditanggung bersama. Namun, dengan adanya perjanjian ini, maka yang mengajukan kredit bertanggung jawab atas dirinya sendiri dan bukan menjadi utang bersama.

5. Bagi perempuan WNI yang menikah dengan lelaki WNA, sebaiknya mereka memiliki perjanjian pra nikah, untuk memproteksi diri mereka sendiri, karena kalau tidak, maka perempuan WNI tersebut tidak akan bisa membeli tanah dan rumah atas namanya sendiri. Selain dari pada itu, perjanjian ini dapat pula memuat mengenai kewarganegaraan anak yang nantinya dilahirkan dari perkawinan campuran, bahwa anak yang nantinya dilahirkan akan mengikuti kewarganegaraan ibu dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu, misalnya pekerjaan ibu yang berlokasi di Indonesia.

Perjanjian semacam ini terbuat untuk melindungi pihak-pihak tertentu dari adanya kemungkinan-kemungkinan buruk dan dibuat setelah banyaknya kejadian-kejadian. Nah, setelah penjabaran dari Estu Indrajaya tersebut, tergantung dari Anda kembali bagaimana menyikapi perjanjian pra nikah ini.